Ahlan Wa Sahlan...

Ahlan Wa Sahlan...silahkan memaknai semua yang tergores di blog ini

Selasa, 07 September 2010

Cinta Yang Lembut...


Istriku….
Telaga yang dalam itu tenang permukaannya…
Ia seakan tak menenggelamkan…
Tapi lihat…
Ia dapat menelan siapa saja yang tak waspada…
Istriku….
Air yang lembut itu ternyata bertenaga….
Menyelinap diantara bebatuan yang keras…
Mengalir sampai jauh…
Lihatlah…
Tak lelah ia membawa apa saja yang bisa ia bawa…
Begitulah…
Cinta ini…
Mungkin terlalu dalam…
Cinta ini….
Mungkin terlalu lembut…
Sedalam telaga yang tenang…
Selembut air yang mengalir…
Tapi…
Ia bertenaga…
Dapat merawat dan menumbuhkan…
Dapat menjaga dan mengayomi…
Dapat mengarahkan bahtera cinta ini…
Kesana…
Ke surga-Nya yang abadi…

NB: Untuk Istriku…yang beberapa hari lalu bertanya: Kenapa telah lama tak menulis puisi?.
 

Rabu, 01 September 2010

Air Mata Cinta


Tentang air mata. Banyak yang tak terlalu berminat untuk menumpahkannya. Meski pada hal-hal yang sudah selayaknya ditangisi. Ia melembutkan, ia mendidik, ia memberikan kenyamanan. ia  ekspresi terdalam  terhadap sesuatu yang memang layak untuk ditangisi. Karena tangisan cermin hati, cermin cinta, cermin kasih dan cermin kepribadian.
Tentang air mata dan dakwah. Pernahkah ia tertetes hanya karena hati begitu sedih setelah memperhatikan kondisi para da’I?. melihat mereka yang tumbang setelah sekian lama bersama, melihat mereka yang terseok setelah sekian lama mengikrarkan cinta pada dakwah ini, bahkan melihat mereka yang dengan sengaja berkolaborasi menyerang, menyudutkan serta menginjak wajah dakwah ini setelah sekian lama hidup bersama dakwah. Hanya karena satu alasan: Kecewa.
Tentang air mata dan ummat. Adakah ia mengalir?. Ketika melihat ummat dalam kondisi mengenaskan, tertindih, diinjak, dizhalimi, diabaikan. Ketika melihat muka-muka lugu yang memancarkan aura harapan. Belajarlah pada Imam Syafi’I yang tak batal wudhu’ isyanya hingga subuh hanya karena merenung memikirkan ummat.
Berbahagialah mereka yang masih bisa menumpahkan airmatanya untuk dakwah yang mereka cinta dan ummat yang sangat mereka cintai. Bila tak dapat lagi airmata tertumpah  dengan melihat ummat ini dan memikirkan dakwah ini, berarti hati sudah lebih keras dari batu, bukankah air masih bisa mengalir dengan lembut ditengah bongkah-bongkah batu yang keras?.
Air mata cinta, hanya dapat mengalir dari orang-orang yang mencintai, hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang mencintai. Kenimatannya tak dapat dilukiskan dengan kata, cerita serta tulisan. Keprihatinan, kegelisahan, keinginan untuk memperbaikilah yang menumpahkannya. Ummat dan dakwah ini memang tak hanya membutuhkan airmata. Tetapi airmata itu menggerakkan, airmata itu mendorong, airmata itu menggugah.
Apakah tak layak ditangisi?. bila pengkhianatan dari tujuan dakwah ini telah dipertontonkan dengan terang benderang dan itu artinya pengkhianatan terhadap ummat yang telah banyak berharap. Apakah tak layak ditangisi?. bila kebencian terhadap saudara sudah menjadi kegemaran dan itu artinya kontribusi bagi terpecahnya barisan. Apakah tak layak ditangisi?. bila hati tak lagi nyaman hidup bersama para da’I yang tulus dan itu artinya mendidik diri untuk nyaman bersama orang-orang yang mencibir kegigihan para da’i.
Airmata itulah pelembut hati. Yang mendidik hati untuk mengalah, yang mendidik hati untuk menerima kekurangan orang lain, yang mendidik hati untuk bersabar terhadap cobaan, yang mendidik hati untuk mengerti kondisi sesama, yang mendidik hati agar dapat mencintai…menyanyangi …melindungi…dan mendekap saudara ke dalam dekapan ukhuwah yang indah.
Maka di rabithoh-mu bayangkan wajah-wajah saudara yang tercinta, maka di rabithoh-mu bayangkan wajah-wajah ummat yang berharap. Agar terikat hati ini dengan ikatan ukhuwah yang erat, agar terikat hati ini pada keinginan untuk memenuhi harapan ummat. Sesekali..menangislah…untuk dakwah ini ..untuk ummat ini.. Wallahu A’lam.